Ternyata Bukan Begitu Cara Memanah...
Alkisah, di suatu senja yang kelabu, tampak sang raja beserta
rombongannya dalam perjalanan pulang ke kerajaan dari berburu di hutan.
Hari itu adalah hari tersial yang sangat menjengkelkan hati karena tidak
ada satu buruan pun yang berhasil dibawa pulang. Seolah-olah anak panah
dan busur tidak bisa dikendalikan dengan baik seperti biasanya.
Setibanya di pinggir hutan, raja memutuskan beristirahat sejenak di
rumah sederhana milik seorang pemburu yang terkenal karena kehebatannya
memanah. Dengan tergopoh-gopoh, si pemburu menyambut kedatangan raja
beserta rombongannya.
Setelah
berbasa-basi, tiba-tiba si pemburu berkata, “Maaf baginda, sepertinya
baginda sedang jengkel dan tidak bahagia. Apakah hasil buruan hari ini
tidak memuaskan baginda?”
Bukannya menjawab pertanyaan, sang
raja malah beranjak menghampiri sebuah busur tanpa tali yang tergeletak
di sudut ruangan. “Pemburu, kenapa busurmu tidak terpasang talinya?
Apakah engkau sudah tidak akan memanah lagi?” tanya sang raja dengan
nada heran dan terkejut.
“Bukan begitu baginda, tali busur
memang sengaja hamba lepas agar busur itu bisa ‘istirahat’. Jadi, ketika
talinya hamba pasang kembali, busur itu tetap lentur untuk melontarkan
anak panahnya. Karena berdasarkan pengalaman hamba, tali busur yang
tegang terus menerus, tidak akan bisa dipakai untuk memanah secara
optimal”.
“Wah, hebat sekali pengetahuanmu! Ternyata itu rahasia kehebatan memanahmu selama ini ya,” kata baginda.
“Memang, kami turun temurun adalah pemburu. Dan pelajaran seperti ini
sudah ada sejak dari dulu. Untuk memaksimalkan alat berburu, kebiasaan
seperti itulah yang harus hamba lakukan. Mohon maaf baginda, masih ada
pelajaran lainnya yang tidak kalah penting yang biasa kami lakukan.”
“Apa itu?” tanya baginda penasaran.
“Menjaga pikiran. Karena sehebat apapun busur dan anak panahnya, bila
pikiran kita tidak fokus, perasaan kita tidak seirama dengan tangan,
anak panah dan busur, maka hasilnya juga tidak akan maksimal untuk bisa
mencapai sasaran buruan yang kita inginkan”.
Mendengar
penjelasan si pemburu, tampak sang raja terkesima untuk beberapa saat.
Tiba-tiba tawa sang raja memenuhi ruangan. “Terima kasih sobat. Terima
kasih. Hari ini rajamu mendapat pelajaran yang sangat berharga dari
seorang pemburu yang hebat.”
Setelah cukup beristirahat, raja
pun berpamitan pulang dengan perasaan gembira. Dan timbul keyakinan,
lain kali pasti akan berhasil lebih baik.
Kita butuh keahlian
dalam mengatur irama kerja dan saat kapan kita harus beristirahat
(keseimbangan hidup), agar keefektivitasan kerja tetap terjaga. Dan,
kemampuan (untuk) fokus dalam melakukan segala kegiatan harus mampu kita
bina dan tumbuh kembangkan. Dengan kemampuan mengunakan dua kekuatan
tadi, tentu kita akan menjadi manusia yang efektif dalam menjalani
kehiudupan dan pasti (hasilnya) akan maksimal dan memuaskan.